Selasa, 02 Juni 2015

Fodim's Writing

Halo Fodimers... Fodim's Writing kali ini hanya diikuti oleh divisi KA dan PD (Pengembangan Diskusi) intern saja yaitu Jesisca (KA) dari Sipos XXII, Luna dan Susan (PD intern) dari Sipos XXII. Tema Fodim's Writing kali ini yaitu "Politik". Artikel yang mereka buat sangat menarik Fodimers, kami pun sempat bingung untuk menentukan siapa pemenangnya. Namun, berdasarkan pertimbangan yang telah kami lakukan, kami menentukan bahwa pemenang Fodim's Writing kali ini adalah Luna dan Susan (PD intern) dari sipos XXII. Congratulations PD intern... :)
    Akan tetapi, bagi yang belum menang jangan berkecil hati karena masih ada kesempatan di Fodim's Writing berikutnya. So, tetap semangat dan jangan berhenti untuk mencoba lagi yaa dan tunjukan sikap peka, tanggap, dan kritis kalian dengan ikut berpartisipasi dalam Fodim's Writing berikutnya. Hehee
 Artikel pemenang

Eksekusi Mati Bagi Pengedar Narkoba di Indonesia, Sudah Tepatkah? 

Tahukah kalian? Berdasarkan pertemuan BNN dengan badan atau menteri yang mengurus masalah narkotika se-Asia Tenggara, ternyata dari 100 persen transaksi narkotika wilayah ASEAN, 40 persen transaksi terjadi di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN yaitu Kombes Pol Sumirat Dwiyanto. Beliau menambahkan, hal tersebut memposisikan Indonesia sebagai negara dengan peringkat pertama dalam masalah pengedaran narkotika. Berdasarkan fenomena tersebut, Presiden Joko Widodo mengumumkan 'Perang terhadap narkoba'. Beliau mengatakan ada 50 orang meninggal tiap hari di Indonesia akibat narkoba, lapor sejumlah media. Slogan 'Indonesia darurat narkoba' yang beberapa kali dicetuskan pemerintah menegaskan betapa seriusnya masalah itu. 

Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut ada lebih dari 4 juta pecandu narkoba di Indonesia pada 2011 lalu. Sebagai bentuk penanggulangan dari fenemonan tersebut, pada tanggal 29 April 2015 lalu dilaksanakan eksekusi mati kepada delapan terpidana kasus pengedaran narkoba. Delapan terpidana itu adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Andersen (Ghana), Zainil Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Jerman), serta Raheem Agbaje Salami, Sylvester Obiekwe Nwolise, dan Okwudili Oyatanze dari Nigeria. Sebelumnya, Indonesia sudah melaksanakan eksekusi tahap I yang dilakukan pada 18 Januari 2015 lalu dengan terpidana yang berjumlah enam orang. Eksekusi tahap II berjalan dengan cukup kontroversial karena pihak Australia sempat memberikan ultimatum jika Indonesia mengeksekusi warganya yang berdampak pada hubungan kerjasama negara. Selain itu, kontra lain datang dari berbagai pihak sehingga menimbulkan petisi yang menyatakan ketidakadilan seorang narapidana yang menjadi korban perdagangan. Akhirnya, karena petisi tersebut Mary Jane terpidana mati asal Filipina dikembalikan ke negara asalnya dan mendapatkan hukuman di negaranya. Selain itu, eksekusi terpidana asal Prancis, Serge Areski Atlaoui sudah lebih dahulu ditunda karena tim kuasa hukumnya menempuh gugatan perlawanan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas prosedur pengajuan permintaan maaf dari Presiden Joko Widodo. 

Di Indonesia, hukuman mati dilakukan menggunakan metode regu tembak yang dilakukan juga oleh beberapa negara lain seperti Belarus, Cina, Korea Utara, Palestina, Arab Saudi dan Yaman. Eksekusi tersebut dilaksanakan sebagai wujud nyata peperangan terhadap narkoba. Keputusan eksekusi mati ini menimbulkan banyak pro dan kontra. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengungkapkan, keputusan eksekusi mati semata-mata untuk melindungi kehidupan bangsa dari bahaya narkotika. Ini untuk menunjukkan pula, kata Jaksa Agung, bahwa Indonesia tidak main-main dalam memerangi penyalahgunaan narkotika. Namun, ada juga pihak-pihak yang tidak setuju dengan vonis hukuman mati ini, salah satunya adalah para pegiat hukum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali yang terus menyuarakan penolakan terhadap rencana pemerintah melakukan eksekusi hukuman mati. Ni Luh Gede Yastani, direktur LBH Bali mengatakan, “Saya tidak sepakat hukuman mati ini diperlakukan, masih ada bentuk hukuman lain yang lebih maksimal, mungkin maksimal itu dalam arti lebih lama, berapa puluh tahun. Itu tidak melanggar hak orang untuk hidup tetapi cukup memberikan penjeraan bagi pelaku kejahatan.” 

Keputusan hukuman mati tersebut berdampak pada hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain. Australia menarik duta besar menyusul eksekusi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Brazil menyatakan tidak akan mencari pengganti duta besar, harga saham di Bursa Efek Jakarta menjadi anjlok menyusul keputusan eksekusi, dan kantor HAM PBB menyatakan eksekusi yang dilakukan Indonesia 'tidak dapat dimengerti'. Pernyataan tersebut karena anggapan bahwa hukum di Indonesia tidak cukup kredibel dan ‘bolong-bolong’ sehingga menimbulkan ketakutan akan kesalahan penjatuhan vonis hukuman mati tersebut. Selain itu, Indonesia termasuk dalam Kovenan Internasional untuk Hak-hak Sipil dan Politik. Beberapa negara mendukung penghapusan hukuman mati. Indonesia harus turut serta mendukung penghapusan dan mengikuti semangat hak asasi manusia. 

Menurut kami, hukuman mati bagi para terpidana pengedar narkoba sah-sah saja dilakukan. Jika tidak diberi hukuman yang tegas, para pengedar narkoba akan terus mencari cara untuk mengedarkan barang haram tersebut yang semakin merusak anak-anak bangsa. Namun, keputusan eksekusi mati ini juga harus diikuti dengan perbaikan proses hukum di Indonesia. Jangan sampai negara kita dianggap ‘asal’ dalam menjatuhkan hukuman mati dan orang-orang yang tidak bersalah menanggung akibatnya. Jika hal ini sudah dilakukan, kami berharap Indonesia dapat turun peringkat sebagai negara dalam pengedaran narkotika.

*Luna dan Susan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar